Kasus Penyalahgunaan Teknologi Informasi
Saat ini, bagi mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari rumah atau kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com atau www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan fasilitas tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah-olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id.
Selain carding, masih banyak lagi kejahatan yang memanfaatkan Internet. Tentunya masih hangat dalam pikiran kita saat seorang hacker bernama Dani Hermansyah, pada tanggal 17 April 2004 melakukan deface (Deface disini berarti mengubah atau mengganti tampilan suatu website) dengan mengubah nama-nama partai yang ada dengan nama-nama buah dalam website www.kpu.go.id, yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama–nama partai yang diubah bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak aman dan dapat diubah, padahal dana yang dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang digunakan oleh KPU sangat besar sekali.
Teknik lain adalah yang memanfaatkan celah sistem keamanan server alias hole Cross Server Scripting (XXS) yang ada pada suatu situs. XXS adalah kelemahan aplikasi di server yang memungkinkan user atau pengguna menyisipkan baris-baris perintah lainnya. Biasanya perintah yang disisipkan adalah Javascript sebagai jebakan, sehingga pembuat hole bisa mendapatkan informasi data pengunjung lain yang berinteraksi di situs tersebut. Makin terkenal sebuah website yang mereka deface, makin tinggi rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan saat terjadi cyberwar antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia, yakni perang di dunia maya yang identik dengan perusakan website pihak lawan.
PEMBAHASAN
Dari kasus yang telah terjadi diatas dapat diketahui bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban dan pelaku sering berada di negara yang berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan hanya dari depan komputer yang memiliki akses Internet tanpa takut diketahui oleh orang lain/saksi mata, sehingga kejahatan ini termasuk dalam Transnational Crime/kejahatan antar negara yang pengungkapannya sering melibatkan penegak hukum lebih dari satu negara. Mencermati hal tersebut dapatlah disepakati bahwa kejahatan IT/Cybercrime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP.
Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya haruslah diantisipasi dengan hukum yang mengaturnya dimana kepolisian merupakan lembaga aparat penegak hukum yang memegang peranan penting didalam penegakan hukum, sebab tanpa adanya hukum yang mengatur dan lembaga yang menegakkan maka dapat menimbulkan kekacauan didalam perkembangannya. Dampak negative tersebut menimbulkan suatu kejahatan yang dikenal dengan nama “CYBERCRIME” yang tentunya harus diantisipasi dan ditanggulangi
Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi, para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
1) Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2) Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
3) Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
4) Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e-mail kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan e-mail ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5) Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6) Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
7) Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.
8) Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9) Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar